Logo
Other Information Banner Header
Tiket Online

Kewirausahaan

ELEGAN TAPISESUAI SYARIAH

by IRNA MUTIARA I Owner Irna La Perle
IRNA MUTIARA I Owner Irna La Perle
Saat dimana seseorang berani memutuskan
untuk berbisnis
maka
otomatis orang tersebut
“dipaksa”
untuk siap menghadapi
segala
kemungkinan baik itu berbentuk
kesuksesan
ataupun berbentuk kegagalan.
Layaknya
kehidupan, perjalanan
bisnis merupakan
ladang untuk
mematangkan pebisnis
agar bisa membesarkan
usaha yang
dirintisnya.
Hukum ini juga berlaku bagi
Irna Mutiara, wanita
asal Garut pemilik
butik Irna La Perne yang terkenal dengan
busana
pesta dan busana muslim pengantin
ini menganggap apapun yang menjadi
batu
sandungan di bisnisnya selama ini
merupakan
bagian dari proses menuju kesuksesan.
Hal terpenting ialah ketika kegagalan
menghampiri, kita jangan takut
untuk
bangkit kembali. Justru sebaliknya,
jadikan
momen tersebut untuk menciptakan
lompatan
besar yang bisa memajukan bisnis
yang digeluti. Hingga
saat ini diperkirakan
omset yang diraihnya
bisa mencapai sekitar
809 juta rupiah per bulan.
Lalu bagaimana awalnya ia bisa memilih
jalur bisnis di fashion ini, sampai
ia
berani meninggalkan bangku kuliahnya?
Dan bagaimana strateginya dalam
menghadapi
segala tantangan tersebut
hingga
bisa go international? selengkapnya
bisa
kita simak lewat wawancaranya
saat dijumpai
oleh Majalah Excellent berikut ini:
Bisa Anda sedikit ceritakan mengenai
kehidupan Anda serta terbangunnya
bisnis ini?
Saya dilahirkan dari keluarga yang
memang
dekat dengan jahit-menjahit.
Jadi untuk urusan baju, saya sudah tidak
asing karena dari kecil hingga beranjak
remaja saya juga senang membuat
suatu
rancangan (design) tapi memang
masih
belum ahli jadi saya hanya
membuat bajubaju
untuk boneka dan baju-
baju keperluan
saya. Saat SD terus
berkembang
sampai
SMP saya juga sudah
mulai senang dan
juga mulai pede membuatkan
baju orang
lain, misalnya untuk
kostum menari. SMA
walaupun jurusan
saya biologi tapi saya
tetap membuat
design-design setelah lulus
SMA, waktu itu saya berpikir begini “Saya
memang dari keluarga yang sederhana
dan saya akhirnya memilih jalan
pintas
dengan sekolah designer bertujuan
biar
cepat kerja, biar cepat
mendapat penghasilan.”
Akhirnya saya sekolah di situ dan
alhamdulillah pada waktu itu saya langsung
melamar pekerjaan dan bisa diterima
menjadi
designer di suatu perusahaan.
Di saat saya sudah dapat penghasilan saya berpikir
untuk melanjutkan kuliah.
Saya mendaftar
ke jurusan yang sejalan
dengan pekerjaan
saya dan ada namanya
jurusan tata busana di IKIP (Sekarang UPI)
di Bandung. Walaupun kuliah, saya tetap
bekerja. Waktu itu kan bekerja untuk
mendapatkan penghasilan dan kuliah
untuk
memperoleh ilmu maka saya kerja
sambil
kuliah, sementara teman-
teman
saya yang masih kuliah kan tidak
mikirin
pekerjaan. Kalau saya sudah dari
kecil
memang ingin mandiri. Saat kerjaan jadi
lebih banyak dan karena
saya kerja sambil
kuliah, akhirnya
kuliah saya terganggu.
Akhirnya saya
tergoda untuk lebih memilih
pekerjaan hingga kuliah
saya lepas, tidak
sampai lulus.
Mungkin dari sini ada hikmahnya,
maksudnya
begini dengan bekerja mungkin
saya bisa memperoleh ilmu yang lain
yaitu ilmu yang praktis. Dan memang benar,
mungkin pada saat teman-teman saya
bergelut di dunia pendidikan kebanyakan
dari mereka masih bergantung dengan
orangtuanya tapi saya, sudah bisa mandiri
dan sudah mulai berpikir untuk mempunyai
program. Saya pernah bekerja selama 5
tahun, seiring dengan saya menikah dan
mempunyai keluarga saya berpikir “Saya
tidak harus kerja terus seperti ke kantor
dari jam 8 sampai jam 5 itu kan merupakan
suatu yang membuat kebebasan kita
sangat terbatas.” Sejak saya memutuskan
untuk berhenti
kerja, saya merasa cukup
dari segi
pengalaman untuk saya mandiri
dan niat
saya ini diizinkan oleh suami.
Waktu itu saat kita baru berumah tangga
kita masih
nol, suami saya bekerja dan
saya juga
ikut mencari penghasilan juga
untuk kebutuhan
karena kan kita samasama
dari nol jadi akhirnya
saya usaha
mempunyai
bisnis
butik kecil-
kecilan. Lalu
saya
memulai usaha
dari
hanya
punya satu
karyawan
waktu karena
waktu
itu saya hanya butuh
untuk menjahit, sedangkan
saya fokus untuk
membuat design.
Tantangan apa
yang Anda hadapi
dalam
membangun
bisnis
ini?
Memulai usaha dari nol itu memang
sulit. Walaupun saya sudah punya
pengalaman kerja, minimal saya
harus
punya network seperti; suplier
bahan
tapi setidaknya saya sudah
ada kenalan
suplier dari situ saya mulai berjalan
dengan memiliki satu karyawan dan kita door to door untuk mengetahui bagaimana
respon customer saya dan calon customer
saya. Alhamdulillah ternyata usahanya
bagus jadi saya mencoba memasukkan
produk saya ke department store, karena
waktu itu saya kerja di garment jadi punya
relasi di beberapa dept store. Saya
juga
mencoba menjadi suplier akhirnya
diterima juga karena saya sudah kenal
mereka dan mereka juga sudah tahu maka
dari situ produksi kita tambah ‘kenceng’
saat itu saya baru memproduksi baju
khusus anak-anak satu design itu bisa
sampai 200 lusin dan dikerjakannya mass
product.
Saya memulai usaha dari 1996 dua
tahun kemudian ada krismon (krisis moneter).
Waktu itu dept store yang bergerak
sebagai penjual
pakaian mungkin karena
mereka
berhubungan
dengan bank yang
kena likuidasi sehingga berimbas pada
pembayaran
terhambat, malah PO
(Purchasing Order) yang sudah dipesan
itu banyak yang dibatalkan.
Sebagai
perusahaan
kecil waktu
itu kita sangat tergantung
sekali kepada dept store. Jadi waktu
ada krismon kita juga kena imbasnya dan
saya mulai dari nol lagi karena semua
aset-aset saya jadi hutang. Akhirnya hutang
juga ke karyawan karena baju-baju PO yang
sudah selesai dibuat dibatalkan
juga.
Lalu bagaimana cara Anda bangkit
dari “musibah” tersebut?
Ini saya jadikan sebagai suatu proses
membangun usaha. Ada proses berkembang
dan ada proses balik lagi ke
awal. Saya jual asset-asset saya untuk
memperbaiki kondisi ini jadi saya harus
bubarkan dulu karyawan. Saya balik lagi ke
asal untuk membuat baju satu-satu karena
resikonya jadi runyam, tapi dengan punya
pengalaman seperti ini saya jadi punya
langkah-langkah kedepannya harus seperti
apa. Pada akhirnya saya balik lagi ke asal
tapi tetap punya konsep yang berbeda,
suatu saat saya mencoba mengikuti lomba
perancang busana muslim di sebuah
majalah kebetulan waktu saya masih
kuliah saya sempat juga ikut lomba dan
menjadi
juara satu perancangan busana
muslim di IKIP. Di lomba ini saya menjadi
juara pertama se-Indonesia, dari sinilah
kesempatan saya untuk mengembangkan
bisnis semakin terbuka, lewat majalah
ini saya bisa promosi secara gratis jadi
membayarnya dengan perjuangan kita.
Dari sini, titik awal usaha saya bisa
berkembang, dengan dibantu oleh dua
teman saya yang juga sama-sama punya
visi dan misi yang sama yaitu mbak Tia
Wigati dan mbak Aju Isni Karim, bersama
mereka
saya membuat sebuah PT yang bernama
Up To Date. PT inilah yang memproduksi
baju-baju busana muslim yang
dijual di toko-toko dengan nama “Up To
Date”. Toko ini sudah memiliki 27 outlet
di seluruh Indonesia, mulai Aceh sampai
Makasar dan kita juga mengembangkan
lagi brand-brand yang lain contohnya ini
“Irna La Perle” yang menjual baju-baju
pengantin dan baju-baju muslim yang
dirombak (dimodifikasi) itu juga kerjasama
dengan teman-teman. Ini sudah ada dua
toko di Jakarta dan Bandung. Walaupun
outlet-nya cuma 2 tapi kita punya website
yang aktif, kita terima juga orderan dari
luar negeri. Sebenarnya bisnis online
itu yang lebih menguntungkan, bedanya
kalau di toko kan orang bisa mencari dan
melihat-lihat langsung.
Apa yang menjadi ciri khas dari
design Anda?
Setiap designer punya ciri khas masing-
masing dan setiap designer punya
pakem-
pakem sendiri untuk mengangkat
image brand-nya. Kalau saya cenderung
dari awal membuat busana muslim pesta
yang simple tapi elegan itu yang terus
kita usung yang mencirikan dari seorang
muslimah agar terlihat cantik tapi tidak
seronok, kan busana muslim sebenarnya
bermacam-macam tergantung karakter
orang dan saya memilih busana muslim
yang lebih elegan dan lebih sederhana
tapi sesuai dengan syariat Islam.
Kabarnya produk Anda go international,
bisa diceritakan?
Kalau show di luar negeri dan sempat
ikut pameran-pameran itu karena ada ikut
campur tangan pemerintah. Mungkin pemerintah
melihat karya saya berbeda
serta punya ciri khas, mungkin itu yang
membuat pemerintah mengapresiasi dan
mengajak saya pameran di luar negeri.
Kalau show saya yang pertama di Dubai
ada dua tempat terus di Thailand, Malaysia,
Maroko, Jepang dan Perancis. Selama saya
menjalani usaha ini saya pernah mendapat
“Best Designer Busana Muslim 2011” tapi
yang berharga dan membuat saya bangga
adalah bisa mengangkat nama baik Indonesia
di kancah internasional.
Apa target kedepan Anda untuk
bisnis ini?
Target kedepan saya bagaimana usaha
ini agar bisa mendorong usaha-usaha yang
lain kalau ada yang ingin usaha di fashion
mungkin bagaimana caranya saya bisa
membuat suatu terobosan yang lain yang
minimal targetnya adalah bukan hanya
untuk kepentingan pribadi atau perusahaan
saja tapi yang bisa menyebarkan hal-hal
seperti kepentingan umum.
Apa saran Anda untuk para
Sahabat Excellent agar bisa meraih
kesuksesan?
Pertama kita harus pintar-pintar menentukan
konsep, apa yang ingin kita buat
dan sebagai pebisnis harus fokus dengan
bisnis kita untuk menunjukkan identitas
diri kita. Jadi sebelum membuat usaha
kita harus menyiapkan modal dan konsep
apa yang ingin kita buat ditambah mindset
kita dirubah kearah yang lebih positif.