Logo
Other Information Banner Header
Tiket Online

Komunikasi

Komunikasi Berkarakter

Komunikasi Berkarakter

by DR. Ponijan Liaw, M.Pd.
Komunikasi Berkarakter
Oleh: DR. Ponijan Liaw, M.Pd.
Komunikator No. 1 Indonesia
www.ponijanliaw.com, @PonijanLiaw & @KomunikatorNo_1
Untuk pelatihan/komunikasi: pl@ponijanliaw.com, 021 89 654 654
________________________________________
Siapa orator paling dikenang dan mengesankan sepanjang sejarah masa lalu dan era kini? Dengan mudah, pertanyaan itu pasti dapat dijawab secara serentak, seragam, sejurus dan sewaktu (dalam hitungan detik yang sama). Bursa nama blue chips pun keluar dengan sangat meyakinkan. Bung Karno, Bung Tomo, Martin Luther King, Winston Churchill, Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Dalai Lama, Barack Obama, K.H. Zainuddin MZ dan sederet nama lainnya pun menghiasi peta geografi lintas bangsa dan benua sebagai pembicara ulung. Pertanyaannya kemudian, mengapa para tokoh itu terpilih dan terpatri dalam deretan orator top di ruang-ruang sejarah dan perpustakaan dunia? Tidak terlalu sulit sebenarnya untuk menjawabnya. Karena mereka memiliki gaya komunikasi yang berkarakter! Masing-masing memiliki keunggulan dan diferensiasi eksklusif.

Komunikasi Berkarakter
Pakar komunikasi dunia, Harold Laswell, memiliki rumus sederhana soal definisi komunikasi: who says what, in which channel to whom and in what effect. Siapa mengatakan apa, dengan saluran apa kepada siapa dan dengan tujuan apa. Itulah pengertian komunikasi berkarakter pertama yang pernah ada. Setiap orang yang mempraktikkan pakem dasar itu ketika berkomunikasi dengan orang lain, dapat dipastikan ia akan mencapai tujuan komunikasinya. Penekanan pada setiap bagian dari kelima wh… itu (siapa, apa, yang mana, kepada siapa dan efek apa) akan membentuk karakter komunikasi si penuturnya. Bung Karno, misalnya. Ia lebih menekankan pada unsur siapa-nya daripada pesannya. Ia sadar bahwa ia kharismatik dan memiliki massa pendukung fanatik yang militan. Maka ia pun memanfaatkan figur dirinya untuk berkomunikasi secara live jika ada kesempatan. Pidatonya selalu dibanjiri oleh ribuan orang di berbagai tempat dan waktu. Di sisi lain, ada pula tokoh yang mengedepankan unsur apa-nya (pesan). Martin Luther King, Winston Churchill, Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, Dalai Lama dan Barack Obama adalah penganut faham ini. Mereka tidak menekankan pada siapa-nya. Karena mereka memang belum dikenal di awal perjuangannya. Konten menjadi menu yang mereka jual. Lihat saja bagaimana Martin Luther menjual konsepnya tentang perlunya memiliki mimpi bagi setiap orang yang ingin maju dan bertumbuh (I have a dream), dan hal itu berhasil membakar semangat para pendengarnya. Dan ia sukses. Konten praktik kasih sayang yang antikekerasan dalam setiap interaksi antarrelasi berhasil mengharumkan nama Bunda Teresa dan Mahatma Gandhi. Di sudut lain, wacana perubahan yang digagas oleh Barack Obama dalam kampanyenya (Change We Can Believe In) juga mengantarkannya menuju gedung putih. Ia sangat sadar bahwa tanpa menjual gagasan perubahan, ia tentu tidak akan dapat menarik simpati warga kulit putih karena kulitnya yang belum sepenuhnya diterima di negerinya. Sementara karakter komunikasi yang dibangun oleh Zainuddin MZ lain lagi. Ia lebih menekankan dengan siapa (to whom) dan tujuan apa (in what effect) ketika berorasi. Lihat saja bagaimana kyai sejuta umat itu menyihir setiap pendengarnya dengan tujuan agar terjadi perubahan akhlak umatnya. Ia kharismatik dan berkarakter karena mampu berbicara dengan umatnya secara tepat (sesuai tingkat pengalaman, pendidikan, kondisi, dll.), saluran yang tepat (media elektronik dan cetak) dan pesan sederhana yang bertujuan mengubah kehidupan moral masyarakatnya secara akurat. Ini sebuah gaya orasi tingkat tinggi yang membuatnya berkarakter!

Setiap orang bisa memiliki gaya komunikasi berkarakter jika ia mengetahui potensi laten yang terkandung dalam dirinya. Usaha untuk meniru orang lain tentu akan menghambat karakter sejati yang dimiliki untuk berkembang secara alami. Karena setiap orang itu unik adanya. Tidak ada kembar identik yang berkarakter sama mutlak. Karenanya, jika Anda populer di lingkungan Anda, Anda bisa menjadikan figur diri untuk membangun komunikasi berkarakter. Karena modal diri itu akan mampu mengundang massa untuk mendengarkan apa yang ingin Anda sampaikan. Jika tidak, masih ada cara lain yang bisa Anda kembangkan. Konten alias isi bisa menjadi anak tangga untuk menuju ke posisi itu. Karena ada orang tertentu yang memang lebih mengutamakan konten daripada konteks. Ia kaya dengan informasi dan pengetahuan. Namun, jika hal itu juga bukan menjadi kekuatan Anda, Anda masih bisa menggunakan instrumen lain untuk membangun komunikasi berkarakter. Radio, televisi dan koran bisa juga menguatkan komunikasi berkarakter Anda. Melalui beragam channel ini, gaya komunikasi berkarakter bisa dibangun. Dan, tentu saja ada opsi terakhir yang bisa dijadikan pilihan. Tujuan komunikasi itu sendiri. Dalam bahasa lain, hal ini disebut juga sebagai manfaat yang bisa diperoleh pendengarnya ketika komunikasi itu dilakukan. Para dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, memiliki kualitas semacam itu. Sekarang, renungkanlah, potensi manakah yang terkuat dalam diri Anda yang ingin Anda jadikan modal untuk membentuk komunikasi berkarakter?